Senin, 25 Januari 2010

Kayu Balsa Untuk Pesawat Model

Tuesday, July 21, 2009


Pecinta aeromodeling pasti mengenal kayu balsa sebagai bahan untuk membuat pesawat model. Kayu balsa (Acroma Bicalor) mempunyai berat jenis 0,29 kg, lentur, dan tidak gampang lapuk, yang menjadikannya cocok sebagai bahan pesawat model.

Sebetulnya banyak jenis kayu yang dapat pula dipakai sebagai bahan pesawat
aero model, seperti kayu agatis, sengon, dan randu. Namun, kayu balsa tetap menjadi pilihan terbaik sampai sekarang, lantaran ringan dan lentur. Karena sifatnya itu, kayu balsa pun bisa digunakan untuk keperluan lain, misalnya, dibuat pelampung kapal, rakit, perahu, kerajinan tangan, atau bahan bangunan, seperti usuk, reng, dan maket bangunan.


Pohon kayu balsa yang berasal dari Costarica, Amerika Latin, masuk ke Indonesia sekitar abad ke 18. Sekarang ini, pohonnya dapat dijumpai di berbagai tempat di Tanah Air, antara lain di Jember, Ciamis, Tasikmalaya, Cilacap, Bogor, Bali, Gorontalo, Palu, Papua, dan Kalimantan Tengah.


"Kayu balsa masuk ke Jawa Barat, khususnya ke Tasikmalaya dan Ciamis, tahun 1928-an. Pihak perhutanan Belanda menanamnya secara teratur di berbagai tempat," papar Jony, seorang penanam kayu balsa di kawasan Tasikmalaya dan Ciamis, di rumahnya di Tasikmalaya, Januari lalu.


Tahun 1946, lanjut Jony, beberapa bulan setelah Proklamasi Kemerdekaan RI, Belanda menyerahkan berbagai hutan luas yang terdiri dari bermacam-macam tanaman, termasuk hutan kayu balsa kepada Indonesia. "Karena mungkin dianggap tidak produktif dan belum tahu manfaatnya, tidak seperti hutan jati, mahoni, sengon, dan agatis. Tahun 1971-an hutan kayu balsa dimusnahkan. Barulah pada beberapa tahun lalu, mulai ada orang yang menanam kayu balsa. Itupun setelah ada permintaan dari masyarakat, antara lain untuk bahan pesawat
aero model," ujarnya.


Masih tumpang sari


Sampai sekarang, belum ada perkebunan atau hutan khusus berupa hamparan tumbuhan kayu balsa yang teratur. Tumbuhnya, umumnya, tumpang sari atau bercampur dengan tanaman lain.


"Menanam pohon kayu balsa itu dengan bijinya. Biji yang akan ditanam itu dimasukkan ke dalam air panas, lalu dibiarkan selama dua hari atau sampai kulit luarnya terlepas, " Jony menerangkan cara bercocok tanam kayu balsa.


Untuk memperoleh batang yang bagus, yaitu kayu empuk dan ringan, katanya, sebaiknya menanam biji kayu balsa di daerah lembab atau dekat air. Sebaliknya, jika ditanam di tanah yang keras dan kering, kayu pun akan keras sehingga kurang baik untuk
aero model plane. Cara penanaman yang baik dengan jarak 4-5 meter antara pohon satu dengan pohon lainnya. Kayu yang pas akan didapat setelah pohon berusia 4-5 tahun.


Biasanya, batang pohon kayu balsa dipotong dengan ukuran 110 cm, dan setelah diolah menjadi lembaran siap dipakai, rata-rata panjangnya 91 cm. Sementara tebalnya bervariasi, mulai dari 1 mm sampai 10 mm. Demikian lebarnya, ada yang 2,5 cm, 5 cm, 7,5 cm, dan 10 cm. "Dari satu kubik batang kayu balsa, setelah dipotong-potong dan diolah, bahan yang ideal untuk pesawat model hanya sekitar sepertiga bagiannya atau 30 persennya," ujat Ir. Tj. Imin Setiawan, perajin kayu balsa, di pabriknya di Tasikmalaya.


Menurut Imin, beberapa pecinta
aero model plane masih membeli kayu balsa dari luar negeri, seperti dari Singapura, Jepang, dan Amerika. Alasannya, kualitasnya lebih baik, seperti lebih presisi.


Menurut F.A. Boji Subari AS, aeromodeler dari Diklat Penerbangan Yayasan "Tutuko", Surakarta, pada pesawat model jenis control line (U Control) khususnya untuk F2 B (aerobatic) dan F2 C (team race), yang terbuat dari kayu balsa biasanya bagian badan, sayap, dan ekor, sedangkan F2 D (combat) hanya pada badan dan ekor atau stabilo. Sementara itu, hampir seluruh bagian helikopter model tidak ada yang dibikin dari kayu balsa.

Kualitas Kayu Balsa Lokal Harus Diperbaiki


BISNIS penanaman kayu balsa memiliki peluang pasar yang cukup menjanjikan di Jabar, untuk dipasok ke berbagai pehobi mainan pesawat terbang, kerajinan, miniatur, dll. Pehobi pesawat model asal Bandung, Rofi`i (40), menilai, pasokan produksi kayu balsa lokal masih kurang dan kualitasnya harus ditingkatkan. * KODAR SOLIHAT/"PR"

PRODUKSI kerajinan berbahan kayu balsa sangat banyak dibuat dan dibisniskan karena banyak penggemarnya. misalnya aeromodeling (model pesawat terbang), kapal-kapalan, miniatur, arsitektur, dan berbagai produk kerajinan. Segmen pasar ini memberikan peluang besar bagi industri kayu rakyat di Jabar, melalui pengusahaan penanaman kayu balsa yang diimbangi klasifikasi sesuai segmen pasar.

Adalah para penggemar aeromodeling yang berharap adanya peningkatan pasokan produk kayu balsa lokal berkualitas, sebagai alternatif perolehan bahan baku yang lebih murah. Pasalnya, produk kayu balsa impor yang selama ini banyak diandalkan asal Amerika Serikat dan Australia, belakangan terus naik harganya. Saat ini saja sudah mencapai Rp 17.000,00-22.000,00/lembar dari semula hanya Rp 12.000,00-15.000,00/lembar, sedangkan lokal masih sekitar Rp 11.000,00/lembar.

Usaha bisnis kayu balsa lokal, khususnya di Jabar, sebenarnya ada, namun pasokannya sering kurang kontinu dan masih kurang menyesuaikan dengan segmen dan persyaratan keperluan. Tak heran, produk-produk kayu balsa lokal masih sering kalah bersaing dengan produk impor, sehingga bisnis kayu balsa lokal belum dapat berkembang lebih baik.

Pemecah rekor nasional kompetisi pesawat model bertenaga karet 2009, Rofi`i (40) mengatakan, sejak lama banyak penggemar aeromodeling berharap, semakin banyak keragaman produk kayu balsa dengan kualitas yang semakin baik. Sayangnya, produk-produk kayu balsa lokal, yang di Jabar ada sentra produksi lokal di Kabupaten Sukabumi, sejauh ini belum mampu menyaingi produk impor.

Menurut dia, salah satu faktor yang membuat produk kayu balsa lokal kurang diminati, karena produk kayunya lebih keras dan lebih tebal.

Padahal, banyak pengguna kayu balsa memerlukan produk lebih tipis dengan kelunakan yang sesuai dengan produk yang dibuat, misalnya aeromodeling, produksi miniatur, kerajinan, dll.

Disebutkan, ada baiknya Pemprov Jabar dapat meningkatkan pembinaan produksi dan kualitas bisnis kayu balsa lokal dengan mendorong masyarakat pengusaha pohon kayu balsa agar mampu membaca situasi dan segmen pasar. Yang terpenting adalah waktu penebangan pohon kayu balsa menjadi lebih teratur dan disesuaikan kebutuhan. Sistem di Amerika Serikat dan Australia rata-rata sudah ditebang umur 3-5 tahun, sehingga ketebalan dan kekerasannya lebih sesuai dengan kebutuhan produk. Lain halnya di Jabar, umumnya baru ditebang pada umur 7-8 tahun yang kayunya sudah mengeras.

"Melalui peningkatan pasokan produk kayu balsa lokal, diharapkan para penggemar aeromodeling mampu mengurangi ketergantungan bahan produksi kepada bahan baku asing. Segmen pasar juga terbuka bukan hanya kepada industri kerajinan, juga banyak dari sekolah-sekolah kejuruan maupun perguruan tinggi yang mengadakan pendidikan keterampilan," kata Rofi’i, yang sehari-harinya karyawan PT Dirgantara Indonesia. Rofi’i juga baru saja memecahkan rekor nasional kompetisi pesawat model bertenaga karet 2009, dengan mencatat waktu 8 menit 11 detik, dari rekor lama tahun 2008 selama enam menit, yang digelar di salah satu hanggar PT DI, Minggu (24/5).

Sementara itu, pengamat bisnis kayu dari Dinas Kehutanan Jabar Yeyep Sudrajat menilai, belum optimalnya pengetahuan dan sortasi produk oleh para pembudi daya tanaman kayu maupun industri turunannya, menjadi salah satu kendala utama berkembangnya bisnis kayu rakyat. Tak heran, produk-produk kayu rakyat masih harus memerlukan peningkatan pembinaan dari lembaga berwenang untuk mendongkrak kemampuan agribisnis masyarakat yang mengusahakan.

"Bisnis kayu rakyat memiliki potensi sangat baik ke depan, namun harus diimbangi kemampuan membaca segmen dan meraih jaringan pasar. Jika usaha kayu rakyat semakin terarah kepada agroindustri, akan banyak manfaat bagi masyarakat yang mengusahakan tanaman kayu, dan memiliki naluri bisnis lebih baik," katanya. (Kodar S./"PR") ***